Jalankan Arahan Presiden Jokowi, LKPP: Tak Semua Produk Harus Ber-SNI untuk Masuk Katalog Elektronik

Pengadaan Barang dan Jasa
30-May-2022

Jakarta – Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) terus mendorong produk dalam negeri dan produk hasil usaha mikro-kecil dan koperasi (UMK-Koperasi) untuk masuk dalam sistem pengadaan barang/jasa pemerintah (PBJP). Sesuai arahan Presiden Joko Widodo, kewajiban pemenuhan sertifikat Standar Nasional Indonesia (SNI) dalam PBJP, khususnya untuk barang/jasa yang tidak berkaitan dengan keselamatan, telah dihapus.

“Perpresnya sudah jelas, UMK harus dibeli oleh APBN/APBD, tetapi selama ini sulit dieksekusi karena di katalog elektronik terlalu banyak persyaratan. Maka setelah kami berkoordinasi dengan Badan Standardisasi Nasional, yang wajib ber-SNI hanya 301 jenis produk. Selebihnnya sekitar 11.300 produk bersifat sukarela,” ujar Kepala LKPP Abdullah Azwar Anas seusai acara talkshow di salah satu stasiun televise, Kamis (26/5).

”Arahan Presiden Joko Widodo sangat tepat dan pro-UMKM. Presiden Jokowi ingin semakin banyak UMKM masuk, di mana UMKM ini kan tentu memiliki keterbatasan untuk mengurus SNI,” imbuhnya.

Bagi LKPP, lanjut Anas, penetapan persyaratan kualifikasi produk yang akan masuk katalog memang sudah seharusnya dikaitkan dengan tujuan atau output yang ingin dicapai. Artinya, tidak boleh menambah persyaratan seperti SNI bila memang itu tidak ada kaitannya dengan tujuan pengadaan.

”Soal SNI, arahan Presiden Jokowi, itu tidak perlu dipersyaratkan bila memang tujuan pengadaannya akan tercapai meski produknya tidak ber-SNI. Satu lagi yang perlu dijadikan perhatian, dalam kualifikasi produk, bisa ada tambahan persyaratan kalau diperintah UU atau PP.  Apabila tidak ada perintah UU atau PP, atau dari aspek teknis untuk mencapai tujuan pengadaan tidak diperlukan syarat SNI, maka tidak boleh syarat SNI diberlakukan,” paparnya.

Anas memaparkan 301 jenis produk yang wajib ber-SNI adalah yang berkaitan dengan keselamatan jiwa seperti air minum kemasan, helm, kabel listrik, ban, dan sebagainya.

”Artinya kalau misalnya bangku, ATK, alat peraga sekolah, batubata, ini harus bersertifikat SNI maka hanya pemain besar saja yang bisa menyiapkan. Sedangkan masih terdapat pelaku usaha lokal yang dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Harapannya dengan tidak diwajibkannya syarat kepemilikan sertifikat SNI, dapat mempermudah pelaku UMK-Koperasi lokal masuk dalam Katalog Elektronik,” ujarnya.

Kemudahan lainnya yang diberikan oleh LKPP kepada pelaku UMK-Koperasi, untuk dapat menayangkan produknya dalam Katalog Elektronik Lokal adalah dengan memangkas proses masuknya produk ke dalam Katalog Elektronik Lokal dari 9 tahap menjadi 2 tahap, dan 8 tahap menjadi 2 tahap untuk Katalog Elektronik Nasional.

Pemerintah saat ini juga telah berkoordinasi dalam menggerakan aksi afirmasi kebijakan bagi UMKM. Melalui aksi afirmasi kebijakan tersebut, Pemerintah mendorong agar pelaku UMKM tidak kalah bersaing dengan pelaku usaha besar dalam PBJP, karena menurut Anas belanja APBN/APBD sangat besar, yaitu sekitar Rp 1.100 triliun.

Selain memberikan dukungan kepada UMK-Koperasi untuk masuk ke dalam Katalog Elektronik Lokal, LKPP juga terus mendorong Pemerintah Daerah untuk membangun Katalog Elektronik Lokal. Dengan adanya Katalog Elektronik Lokal, tidak semua PDN dan produk UMK-Koperasi harus masuk di katalog nasional. Hal ini menjadi ruang yang luas bagi pelaku usaha lokal untuk berdaya di wilayahnya sendiri. “Dengan katalog lokal tentunya akan menjadikan (UMK-Koperasi) lokal sebagai pemain utama di tingkat lokal,” pungkas Anas.

Sumber berita http://www.lkpp.go.id/