LKPP dan KPK Berkerjasama Tingkatkan Upaya Pencegahan Korupsi Dalam PBJP

Pengadaan Barang dan Jasa
06-Jan-2023

Jakarta – Upaya pencegahan korupsi memerlukan sinergi dan kolaborasi dari semua pihak, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Terlebih pada sektor pengadaan barang/jasa yang merupakan salah satu titik yang paling rentan terjadinya tindak korupsi. Oleh karena itu, hal tersebut menjadi fokus bagi Kepala Lembaga Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) Hendrar Prihadi dan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri. Hal tersebut diutarakan saat audiensi LKPP dengan KPK pada Rabu (4/1) yang dilaksanakan di Kantor KPK, Jakarta. 

Dalam kesempatannya, Kepala LKPP yang didampingi jajaran Pejabat Tinggi Madya LKPP menyampaikan beberapa permasalahan proses PBJ yang menjadi titik rawan terjadinya korupsi. Lebih lanjut Hendi (sapaan akrab Kepala LKPP) menyampaikan, bahwa melalui Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 2 Tahun 2022 ada beberapa target yang disampaikan Presiden, yaitu LKPP diharapkan dapat menyusun regulasi yang transparan sehingga dapat menekan potensi korupsi, peningkatan transaksi belanja PDN dan keterlibatan UMKM  secara penuh dalam PBJP. 

 

“Pak Presiden mengharapkan UMKM dapat terlibat penuh dalam PBJP, minimal 40% yang ditargetkan dapat terlibat, namun saat ini realisasinya sampai akhir 2022 masih 34,5% yang terlibat” ungkap Hendi. 
 
Hendi melanjutkan bahwa dari potensi transaksi belanja yang tercatat di RUP tahun 2022 diharapkan 400 Triliun adalah belanja PDN. “Hasil evaluasi LKPP di akhir tahun 2022 mencatat dari 410 Triliun ada 78% yang merupakan PDN. Peningkatan yang terhitung spektakuler adalah pada produk tayang di Katalog Elektronik yang tercatat mencapai 2,4 juta produk di akhir tahun 2022 setelah sebelumnya hanya terdapat sekitar 52.000 produk di awal tahun 2022. Angka ini akan ditargetkan naik menjadi 5 juta produk sampai akhir tahun 2023 dengan rencana menambahkan beberapa pekerjaan konstruksi dalam Katalog Elektronik,” ucap Hendi.

 

Kepala LKPP (tengah) Hendrar Prihadi bersama dengan Ketua KPK Firli Bahuri dan jajarannya berfoto bersama setelah melakukan audiensi.

Jakarta – Upaya pencegahan korupsi memerlukan sinergi dan kolaborasi dari semua pihak, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Terlebih pada sektor pengadaan barang/jasa yang merupakan salah satu titik yang paling rentan terjadinya tindak korupsi. Oleh karena itu, hal tersebut menjadi fokus bagi Kepala Lembaga Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) Hendrar Prihadi dan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri. Hal tersebut diutarakan saat audiensi LKPP dengan KPK pada Rabu (4/1) yang dilaksanakan di Kantor KPK, Jakarta. 

Dalam kesempatannya, Kepala LKPP yang didampingi jajaran Pejabat Tinggi Madya LKPP menyampaikan beberapa permasalahan proses PBJ yang menjadi titik rawan terjadinya korupsi. Lebih lanjut Hendi (sapaan akrab Kepala LKPP) menyampaikan, bahwa melalui Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 2 Tahun 2022 ada beberapa target yang disampaikan Presiden, yaitu LKPP diharapkan dapat menyusun regulasi yang transparan sehingga dapat menekan potensi korupsi, peningkatan transaksi belanja PDN dan keterlibatan UMKM  secara penuh dalam PBJP. 

 

“Pak Presiden mengharapkan UMKM dapat terlibat penuh dalam PBJP, minimal 40% yang ditargetkan dapat terlibat, namun saat ini realisasinya sampai akhir 2022 masih 34,5% yang terlibat” ungkap Hendi. 
 
Hendi melanjutkan bahwa dari potensi transaksi belanja yang tercatat di RUP tahun 2022 diharapkan 400 Triliun adalah belanja PDN. “Hasil evaluasi LKPP di akhir tahun 2022 mencatat dari 410 Triliun ada 78% yang merupakan PDN. Peningkatan yang terhitung spektakuler adalah pada produk tayang di Katalog Elektronik yang tercatat mencapai 2,4 juta produk di akhir tahun 2022 setelah sebelumnya hanya terdapat sekitar 52.000 produk di awal tahun 2022. Angka ini akan ditargetkan naik menjadi 5 juta produk sampai akhir tahun 2023 dengan rencana menambahkan beberapa pekerjaan konstruksi dalam Katalog Elektronik,” ucap Hendi.

 

Hal lainnya yang tidak kalah penting adalah terkait integrasi data sejak perencanaan sampai dengan serah terima pekerjaan. Deputi Bidang Hukum dan Penyelesaian Sanggah LKPP Setya Budi Arijanta mengatakan, bahwa selama ini LKPP sudah berusaha membangun sistem yang berfungsi bak pipa namun sayang sekali belum banyak data yang bisa “mengalir”.

 

Setya melanjutkan bahwa masih banyak transaksi yang terjadi di luar sistem sehingga memicu masih banyak terjadi Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh KPK di lapangan. Karena terjadi di luar sistem, transaksi-transaksi tersebut tidak dapat dimonitor, maka akan diupayakan semua tercatat dalam sistem.
Oleh karena itu, LKPP memerlukan dukungan dari KPK dan Kementerian/Lembaga terkait untuk mendorong komunikasi dengan K/L/PD agar lebih kooperatif dalam mencatatkan transaksi belanja dalam sistem yang sudah disediakan.

 

Hal ini disambut baik oleh Ketua KPK, dirinya juga telah mengusulkan adanya sistem pengadaan nasional kepada Presiden. “Saya sudah pernah menyampaikan ide untuk menekan angka korupsi dalam pengadaan barang/jasa melalui sistem pengadaan yang dapat mengintegrasikan mulai dari proses terima anggaran sampai berita acara serah terima pekerjaan” ungkap Firli.

Integrasi sistem ini tentu akan membutuhkan kerjasama tidak hanya dari LKPP dan KPK namun juga direncanakan akan melibatkan Kementerian Keuangan, Bappenas dan Kementerian Dalam Negeri. (jum)

Sumber berita http://www.lkpp.go.id/